Momotaro (Jepang)
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang kakek dan nenek. Setiap hari Kakek pergi ke kaki gunung untuk mencari kayu bakar, dan Nenek pergi ke sungai untuk mencuci.
Pada suatu hari, ketika Nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali hanyut menggelinding dari hulu sungai dengan mengeluarkan bunyi kecipak.
Nenek mengangkat buah persik itu dari sungai, "HUP!".
Lalu Nenek pulang ke rumah sambil menggenggam buah itu dengan hati-hati. Kakek yang baru pulang dari gunung juga kaget melihat buah itu.
Kakek berkata sambil mengusap buah persik itu, "Oh, persik ini besar sekali! Bagaimana kalau kita potong?"
"Baik, ayo kita potong."
Mereka meletakkan persik itu di atas talenan. Ketika Nenek menempatkan pisau dapur di atasnya, persik itu bergerak-gerak, bunyinya gemerisik.
"Wah, persik ini hidup!"
Pada saat itu pula, buah persik itu terbelah di tengah-tengah. Seorang anak laki-laki yang penuh semangat melompat keluar dari dalamnya.
Kakek dan Nenek sama-sama kaget. Yang lebih mengagetkan lagi adalah semangat anak laki-laki itu. Ia segera makan nasi dengan lahap. Hebatnya, dia makan nasi terus sampai menghabiskan semua nasi di dalam mangkok. Ia makan berkali-kali dengan mangkok besar. Kakek dan Nenek merasa sangat gembira. Mereka menamai anak itu Momotaro karena ia lahir dari buah persik. (Dalam Bahasa Jepang buah persik adalah 'momo'.)
Semakin banyak Momotaro makan, semakin ia tumbuh dengan cepat. Tidak ada orang dewasa yang menyamai kekuatannya. Ia mengangkat benda berat dengan mudah. Momotaro tumbuh menjadi anak yang kuat.
Namun, ada hal kecil yang mengkhawatirkan.
"Momotaro..., ciluuuk-ba!"
Meskipun nenek berusaha menyenangkannya, Momotaro tetap diam. Meskipun kakek tersenyum manis kepadanya,
Momotaro tetap diam bergeming.
"Wah, susah sekali...."
Kakek dan nenek mengkhawatirkan Momotaro yang sama sekali tidak berbicara walaupun waktu telah berlalu sekian lama.
“Mengapa anak ini tidak berbicara?”
Ketika keduanya saling bertatapan, terdengarlah suara, "Aku akan melakukannya!"
Tiba-tiba Momotaro bersuara keras.
Oh, ia berbicara!
“Kakek, nenek, saya akan pergi untuk membasmi raksasa.”
Kakek dan nenek merasa begitu kaget sehingga diam tercengang.
“Tolong siapkan perbekalannya,” kata Momotaro.
Tiba-tiba Nenek tersadar oleh suara Momotaro yang keras ini.
Nenek berkata,“Alangkah menakutkan, pergi membasmi raksasa....”
Pada masa itu, para raksasa yang menakutkan sering muncul di desa dan melakukan berbagai kejahatan seperti merampok barang-barang, menculik orang-orang, dan sebagainya. Mereka menyusahkan orang-orang di desa.
Momotaro tidak dapat menahan diri setelah mengetahui hal ini.Kakek dan nenek menyiapkankibidango, yaitu sejenis onde-onde, serta pakaian bagus untuk Momotaro yang mereka sayangi.
Akhirnya tibalah hari keberangkatan Momotaro. Momotaro mengenakan pakaian bagus yang dibuatkan kakek dan meletakkan bungkusan onde-onde yang dibuatkan nenek di pinggangnya. Kakek dan nenek merasa cemas. Namun, Momotaro justru berangkat dari rumah dengan penuh semangat.
"Baik-baik selalu ya!"
"Kembalilah dengan selamat!"
Kakek dan nenek mengantarkan Momotaro akhirnya mulai menangis. Sementara itu, Momotaro terus menuju pulau raksasa tanpa menyadari kekhawatiran kakek dan nenek.
Di tengah jalan, seekor anjing muncul dan menyapa Momotaro.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Anjing itu menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Setelah beberapa saat, muncullah seekor monyet.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Monyet itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Kemudian, datanglah burung pegar. Ia mengatakan hal yang sama.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Burung pegar itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro.
Momotaro pun melanjutkan perjalanan ditemani anjing, monyet, dan burung pegar.
Momotaro (Jepang)
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang kakek dan nenek. Setiap hari Kakek pergi ke kaki gunung untuk mencari kayu bakar, dan Nenek pergi ke sungai untuk mencuci.
Pada suatu hari, ketika Nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali hanyut menggelinding dari hulu sungai dengan mengeluarkan bunyi kecipak.
Nenek mengangkat buah persik itu dari sungai, "HUP!".
Lalu Nenek pulang ke rumah sambil menggenggam buah itu dengan hati-hati. Kakek yang baru pulang dari gunung juga kaget melihat buah itu.
Kakek berkata sambil mengusap buah persik itu, "Oh, persik ini besar sekali! Bagaimana kalau kita potong?"
"Baik, ayo kita potong."
Mereka meletakkan persik itu di atas talenan. Ketika Nenek menempatkan pisau dapur di atasnya, persik itu bergerak-gerak, bunyinya gemerisik.
"Wah, persik ini hidup!"
Pada saat itu pula, buah persik itu terbelah di tengah-tengah. Seorang anak laki-laki yang penuh semangat melompat keluar dari dalamnya.
Kakek dan Nenek sama-sama kaget. Yang lebih mengagetkan lagi adalah semangat anak laki-laki itu. Ia segera makan nasi dengan lahap. Hebatnya, dia makan nasi terus sampai menghabiskan semua nasi di dalam mangkok. Ia makan berkali-kali dengan mangkok besar. Kakek dan Nenek merasa sangat gembira. Mereka menamai anak itu Momotaro karena ia lahir dari buah persik. (Dalam Bahasa Jepang buah persik adalah 'momo'.)
Semakin banyak Momotaro makan, semakin ia tumbuh dengan cepat. Tidak ada orang dewasa yang menyamai kekuatannya. Ia mengangkat benda berat dengan mudah. Momotaro tumbuh menjadi anak yang kuat.
Namun, ada hal kecil yang mengkhawatirkan.
"Momotaro..., ciluuuk-ba!"
Meskipun nenek berusaha menyenangkannya, Momotaro tetap diam. Meskipun kakek tersenyum manis kepadanya,
Momotaro tetap diam bergeming.
"Wah, susah sekali...."
Kakek dan nenek mengkhawatirkan Momotaro yang sama sekali tidak berbicara walaupun waktu telah berlalu sekian lama.
“Mengapa anak ini tidak berbicara?”
Ketika keduanya saling bertatapan, terdengarlah suara, "Aku akan melakukannya!"
Tiba-tiba Momotaro bersuara keras.
Oh, ia berbicara!
“Kakek, nenek, saya akan pergi untuk membasmi raksasa.”
Kakek dan nenek merasa begitu kaget sehingga diam tercengang.
“Tolong siapkan perbekalannya,” kata Momotaro.
Tiba-tiba Nenek tersadar oleh suara Momotaro yang keras ini.
Nenek berkata,“Alangkah menakutkan, pergi membasmi raksasa....”
Pada masa itu, para raksasa yang menakutkan sering muncul di desa dan melakukan berbagai kejahatan seperti merampok barang-barang, menculik orang-orang, dan sebagainya. Mereka menyusahkan orang-orang di desa.
Momotaro tidak dapat menahan diri setelah mengetahui hal ini.Kakek dan nenek menyiapkankibidango, yaitu sejenis onde-onde, serta pakaian bagus untuk Momotaro yang mereka sayangi.
Akhirnya tibalah hari keberangkatan Momotaro. Momotaro mengenakan pakaian bagus yang dibuatkan kakek dan meletakkan bungkusan onde-onde yang dibuatkan nenek di pinggangnya. Kakek dan nenek merasa cemas. Namun, Momotaro justru berangkat dari rumah dengan penuh semangat.
"Baik-baik selalu ya!"
"Kembalilah dengan selamat!"
Kakek dan nenek mengantarkan Momotaro akhirnya mulai menangis. Sementara itu, Momotaro terus menuju pulau raksasa tanpa menyadari kekhawatiran kakek dan nenek.
Di tengah jalan, seekor anjing muncul dan menyapa Momotaro.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Anjing itu menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Setelah beberapa saat, muncullah seekor monyet.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Monyet itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Kemudian, datanglah burung pegar. Ia mengatakan hal yang sama.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Burung pegar itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro.
Momotaro pun melanjutkan perjalanan ditemani anjing, monyet, dan burung pegar.
Pada suatu hari, ketika Nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali hanyut menggelinding dari hulu sungai dengan mengeluarkan bunyi kecipak.
Nenek mengangkat buah persik itu dari sungai, "HUP!".
Lalu Nenek pulang ke rumah sambil menggenggam buah itu dengan hati-hati. Kakek yang baru pulang dari gunung juga kaget melihat buah itu.
Kakek berkata sambil mengusap buah persik itu, "Oh, persik ini besar sekali! Bagaimana kalau kita potong?"
"Baik, ayo kita potong."
Mereka meletakkan persik itu di atas talenan. Ketika Nenek menempatkan pisau dapur di atasnya, persik itu bergerak-gerak, bunyinya gemerisik.
"Wah, persik ini hidup!"
Pada saat itu pula, buah persik itu terbelah di tengah-tengah. Seorang anak laki-laki yang penuh semangat melompat keluar dari dalamnya.
Kakek dan Nenek sama-sama kaget. Yang lebih mengagetkan lagi adalah semangat anak laki-laki itu. Ia segera makan nasi dengan lahap. Hebatnya, dia makan nasi terus sampai menghabiskan semua nasi di dalam mangkok. Ia makan berkali-kali dengan mangkok besar. Kakek dan Nenek merasa sangat gembira. Mereka menamai anak itu Momotaro karena ia lahir dari buah persik. (Dalam Bahasa Jepang buah persik adalah 'momo'.)
Semakin banyak Momotaro makan, semakin ia tumbuh dengan cepat. Tidak ada orang dewasa yang menyamai kekuatannya. Ia mengangkat benda berat dengan mudah. Momotaro tumbuh menjadi anak yang kuat.
Namun, ada hal kecil yang mengkhawatirkan.
"Momotaro..., ciluuuk-ba!"
Meskipun nenek berusaha menyenangkannya, Momotaro tetap diam. Meskipun kakek tersenyum manis kepadanya,
Momotaro tetap diam bergeming.
"Wah, susah sekali...."
Kakek dan nenek mengkhawatirkan Momotaro yang sama sekali tidak berbicara walaupun waktu telah berlalu sekian lama.
“Mengapa anak ini tidak berbicara?”
Ketika keduanya saling bertatapan, terdengarlah suara, "Aku akan melakukannya!"
Tiba-tiba Momotaro bersuara keras.
Oh, ia berbicara!
“Kakek, nenek, saya akan pergi untuk membasmi raksasa.”
Kakek dan nenek merasa begitu kaget sehingga diam tercengang.
“Tolong siapkan perbekalannya,” kata Momotaro.
Tiba-tiba Nenek tersadar oleh suara Momotaro yang keras ini.
Nenek berkata,“Alangkah menakutkan, pergi membasmi raksasa....”
Pada masa itu, para raksasa yang menakutkan sering muncul di desa dan melakukan berbagai kejahatan seperti merampok barang-barang, menculik orang-orang, dan sebagainya. Mereka menyusahkan orang-orang di desa.
Momotaro tidak dapat menahan diri setelah mengetahui hal ini.Kakek dan nenek menyiapkankibidango, yaitu sejenis onde-onde, serta pakaian bagus untuk Momotaro yang mereka sayangi.
Akhirnya tibalah hari keberangkatan Momotaro. Momotaro mengenakan pakaian bagus yang dibuatkan kakek dan meletakkan bungkusan onde-onde yang dibuatkan nenek di pinggangnya. Kakek dan nenek merasa cemas. Namun, Momotaro justru berangkat dari rumah dengan penuh semangat.
"Baik-baik selalu ya!"
"Kembalilah dengan selamat!"
Kakek dan nenek mengantarkan Momotaro akhirnya mulai menangis. Sementara itu, Momotaro terus menuju pulau raksasa tanpa menyadari kekhawatiran kakek dan nenek.
Di tengah jalan, seekor anjing muncul dan menyapa Momotaro.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Anjing itu menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Setelah beberapa saat, muncullah seekor monyet.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Monyet itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro. Kemudian, datanglah burung pegar. Ia mengatakan hal yang sama.
"Tuan Momotaro, bolehkah saya minta sebutir onde-onde di pinggangmu? Kalau Tuan memberi, saya akan menjadi pengikut Tuan."
Burung pegar itu juga menerima onde-onde dan menjadi pengikut Momotaro.
Momotaro pun melanjutkan perjalanan ditemani anjing, monyet, dan burung pegar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar