Senin, 07 Juni 2010

Nippon no mukashibanashi (Japanese Folk tales)

Why the monkey's tail is short (saru no o wa naze mijikai )

Ages and ages ago the monkey's tail used to be thirty-three fathoms long. Because of a trick the bear played upon him, it turned into that short kind of tail.

One time the monkey called at the Bear's house and asked, "what is a good way to catch a lots of river fish?"
after talking it over, the bear advised , "On a cold night like this, sit on a rock above some deep place in the river and try putting that tail of yours down into the water and leaving it there. Many kinds of little fish will be sure to come and fasten onto it."

The monkey gladly did as he was told. As night deepened, his tail grew heavier and heavier. that was because the ice was spreading, but the monkey thought that the little fish were fastening onto his tail.
"This is enough to catch ," he decided at last. " i want to go home because it is too cold."
he tried to pull up his tail, but no matter what he did, he could not get it loose.

"This is awful", he cried, trashing around. At last,when he gave a desperate tug, his tail was snapped off at its base.
There are some people who say that the reason the monkey's face is so red is because he strained too hard as he pulled so frantically.

from: Nippon no mukashibanashi, Yanagita Kunio

Selasa, 11 Mei 2010

Merak dan kutilang

Jakarta.go.id - Pada zaman dahulu, merak tak hanya memiliki bulu yang indah, ia juga memiliki suara yang amat merdu. Karenanya ia sangat sombong. Kemana pun ia pergi, tiada henti-hentinya ia memamerkan kecantikan diri dan suaranya.

Berbeda dengan merak, kutilang mempunyai suara yang amat buruk, tubuhnya pun kecil. Karenanya kutilang sering menjadi bahan olok-olok. Namun hal itu tak merisaukannya, kutilang tetap saja riang gembira dan suka menolong sesama.

Pada suatu hari, kutilang mendapati bunga-bunga di hutan tertunduk layu. "Hai kawan-kawan", tegur kutilang, "Apa yang terjadi, mengapa kalian begitu sedih?"

Tak sekuntum bunga pun yang menyahut, semua diam tertunduk. Kutilang menghampiri mereka satu persatu. Namun bunga-bunga itu hanya menggeleng lemah. Risau hati kutilang dibuatnya.

Karena ingin tahu, terbanglah kutilang berkeliling. Dan betapa terkejutnya burung itu. Tampak oIehnya, di antara akar pohon waru, peri bunga tergeletak lemah.

"Astaga, pantas bunga-bunga menjadi layu", pikir Kutilang.

Lekas burung itu menukik menghampiri peri bunga. "Hai peri cantik", ujar Kutilang," Apa yang terjadi dengan mu?"

"Merak telah marah", sahut peri itu, "Ia mematuk aku".

"Mengapa ia sampai marah padamu?"

"Karena aku menolak memujinya, bagiku, ia terlalu sombong dengan segala keIebihan yang dimilikinya".

Kutilang menggeleng-ngelengkan kepalanya. "lalu, bagaimana cara untuk menyembuhkanmu?"

"Ini amat sulit", sahut peri bunga, "Aku harus mendapat sari madu dari bunga anggrek bulan. Bunga itu amat tinggi, sedangkan sayapku patah" .

"Jangan khawatir peri", ujar kutilang, "Naiklah ke punggungku. Aku tahu, di puncak pohon meranti ada sekuntum bunga anggrek bulan".

"Tetapi tubuhmu amat kecil", sahut bunga, "Kau tak akan kuat membawaku".

"Kita coba saja", kata Kutilang, "Tubuhmu pun tak besar".Dengan ragu peri bunga naik ke punggung kutilang. Kutilang pun terbang dengan susah payah. Pohon Meranti cukup jauh, anggrek bulan pun tumbuh di puncak pohon yang tinggi itu.

Walau demikian, akhirnya tiba jugalah kutilang dan peri bunga ke tempat yang dituju. Kutilang terengah-engah nyaris kehabisan nafas, ia hinggap di ranting dekat anggrek bulan.

Demikian lelahnya kutilang, ia tak sanggup berbuat apa-apa lagi. Sedangkan peri bunga yang terluka, ia pun terlalu lemah untuk melakukan sesuatu.

Mujur, anggrek bulan yang melihat keduanya segera mengerti. Segera bunga itu merundukkan tubuhnya. Peri pun beringsut, ia menghisap sari madu anggrek itu. Walau hanya setitik, namun itu cukup bagi peri. Lukanya pun sembuh, kekuatannya pun pulih.

Seketika, ceriahlah seluruh bunga di hutan. Peri terbang dari punggung kutilang. Alangkah iba hati peri bunga, tampak burung kecil
itu megap-megap kehabisan nafas.

Lekas peri itu mengambil setitik madu lagi, lalu diberikannya kepada kutilang. Seketika segarlah burung itu. "Terima kasih peri". Ucap kutilang.

"Hai, seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu", sahut peri bunga, "Aku dan semua bunga di hutan ini berhutang budi kepadamu".

Kutilang hanya menunduk malu mendengar ucapan peri bunga. Peri itu pun menghampirinya, "Kini, katakanlah apa keinginanmu", ujar peri itu, "Apa pun akan kupenuhi".

"Terima kasih peri", sahut kutilang, "Melihat bunga-bunga cantik bermekaran pun aku sudah senang".

"Berikan ia suara merdu si merak", bisik anggrek bulan pada peri, "Ia layak mendapatkanyao Dan bagi merak, ini akan mehjadi hukuman atas kesombongannya"

Peri bunga setuju. Suara parau kutilang ditukarkannya dengan suara merak yang merdu. Maka hingga kini, kutilang memiliki suara merdu yang indah, sedangkan merak bersuara parau dan buruk. Namun hingga kini merak tetaplah sombong.

Referensi : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Cerita Rakyat Betawi, 2004

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta

Rabu, 14 April 2010

9 atau 10

Pada suatu waktu, di sebuah padang pasir, seorang lelaki sedang membawa sepuluh ekor unta ke kolam air. Setelah berjalan beberapa saat, dia menunggangi salah seekor unta itu dan menghitung yang lainnya. Dia menghitung hanya sembilan saja. Dia turun dan berjalan balik mencari unta yang dikatakan hilang itu. Jika tidak menemukan unta yang dicarinya itu, dia beranggapan telah kehilangan unta itu. Dia berhenti mencarinya lalu berjalan kembali ke tempat unta-untanya dengan perasaan sedih dan bimbang. Lalu dia merasa amat gembira apabila didapatinya semua sepuluh ekor unta itu ada di situ.

Dengan riang dia menunggangi salah seekor dan setelah beberapa waktu dia terfikir untuk menghitung sekali lagi. Ada sembilan saja! Dia turun, keheranan dan mula mencarinya lagi. Unta yang hilang itu tidak ditemui. Dia bergegas ke arah kumpulan unta itu dan apabila dihtungnya, dia heran mendapati kesemua sepuluh ekor unta itu sedang berjalan dengan malasnya.

Dia menyalahkan keadaan panas padang pasir itu lalu menunggangi unta yang di belakang sekali, sambil menghitung yang lainnya untuk ketiga kalinya. Dia masih tidak mengerti, bagaimana seekor unta masih hilang. Dia melompat turun sambil menyumpah-nyumpah syaitan dan dengan letihnya mengulang kerja menghitung unta-unta itu. Ada sepuluh ekor unta !

"Baiklah, wahai syaitan laknat," sungutnya, "lebih baik aku berjalan kerana aku masih mempunyai sepuluh ekor unta daripada menunggangnya seekor unta dan kehilangan seekor.

sumber: dongeng rakyat

Legenda Pohon Puteri Malu (Cerita Rakyat Philippine)

Pada jaman daulu kala, tinggal suami istri yang kaya, bernama Mang Dondong dan Aling Iska.Mereka memiliki seorang putri berusia dua belas tahun yang bernama Maria.Mereka sangat mencintai putri mereka.

Maria adalah seorang putri patuh dan taat.Rajin dan baik, ia membuat dirinya dicintai oleh semua orang.

Tapi rasa malu juga salah satu sifat yang berbeda dari Maria.Dia sangat pemalu sehingga berbicara kepada orang lain menjadi beban besar untuk dirinya.Untuk menghindari bertemu orang, ia biasanya mengunci diri di kamar.

Maria memiliki taman bunga.Bunga-bunga itu indah dan terkenal di seluruh kota.Dia merawat tanaman dengan sabar dan lembut. Karena tanaman bunga itu sumber nya dari kebahagiaannya.

Suatu hari sekelompok bandit menyerbu sebuah desa di dekatnya.Bandit membunuh setiap orang yang mereka temukan dan mengambil uang dari penduduk.

Hari berikutnya bandit datang ke desa tempat Mang Dondong dan Aling Iska dan putri mereka, Maria tinggal.Mang Dondong melihat kedatangan banditsekaligus takut akan keselamatan Maria, ia memutuskan untuk menyembunyikan Maria di kebun.

Aling Iska menyembunyikan dirinya di rumah.Dia gemetar ketakutan ketika mendengar bandit-bandit di pintu gerbang.Lalu dia berdoa, mempersiapkan diri untuk apa pun yang akan terjadi.

"Oh Tuhan!"Aling Iska berdoa."Selamatkan putriku."

Tiba-tiba pintu terbuka.Bandit memasuki rumah dan memukul kepalaMang Dondong.Mang Dondong kehilangan kesadaran dan jatuh di lantai.Aling Iska mencoba melarikan diri namun juga dipukul di kepalanya.

Bandit mengobrak-abrik setiap tempat di rumah.Setelah mengambil uang dan perhiasan, mereka mencari Maria.Tapi Maria tidak dapat ditemukan di mana-mana.Jadi bandit tadi meninggalkan rumah untuk menjarah desa lain.

Ketika Mang Dondong dan Iska Aling sadar, para bandit itu sudah pergi.Mereka cepat berlari ke kebun untuk mencari Maria.Tapi Maria tidak ada.Lagi-lagi, mereka mencari setiap sudut di kebun tapi Maria yang malang tidak dapat ditemukan.

"Anak malang mereka mengambil! Putri yang malang!"Aling Iska menangis.

Semua merasa tiba-tiba sesuatu yang menusuk kakinya.Yang mengejutkan, ia melihat sebuah tanaman kecil dengan cepat menutup daunnya.Ini adalah pertama kalinya ia melihat jenis tanaman ini.Ia berlutut dan melihat dari dekat tanaman itu.Aling Iska melakukan hal yang sama.Setelah melihat tanaman itu untuk waktu yang lama, pasangan itu menyimpulkan bahwa tanaman itu adalah Maria.Karena sesungguhnya Maria telah diubah oleh Tuhan menjadi tanaman untuk menyelamatkannya dari para bandit.

Aling Iska dan Mang Dondongmenangis sesenggukan, setiap air mata itu berubah menjadi sebuah bunga kecil dan kemerahan tanaman baru yang mereka temukan di kebun.

Sejak saat itu Mang Dondong dan Aling Iska merawat tanaman itu dengan hati-hati.Mereka tahu apa tanaman itu, dalam kenyataannya adalah Maria anak mereka.Dan, seperti anak mereka, tanaman itu sangat pemalu.Jadi mereka disebut tanaman "
makahiya" karena menunjukkan hal itu menunjukkan karakteristik penting dari Maria-rasa malu - yang dalam bahasa Tagalog berarti "makahiya".

sumber: dongeng dan cerita rakyat di fb

Abu Nawas: Debat Kusir Tentang Ayam dan Telur


Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan.

Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.

Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.

Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri. Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar.

Baginda bertanya,"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?"

"Telur." jawab peserta pertama.

"Apa alasannya?" tanya Baginda.

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." Kata peserta pertama menjelaskan.

"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.

Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. la tidak bisa menjawab.

Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian peserta kedua maju. la berkata,
"Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."

"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.

"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.

"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bjngung. la pun dijebloskan ke dalam penjara. Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;

"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."

"Sebutkan alasanmu." kata Baginda.

"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan.

"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.

"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.

"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?"

Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara.

Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."

"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.

Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas.

Sabtu, 13 Maret 2010

Naga Baru Klinting

kesaktiannya di kutuk seorang penyihir jahat. Akibatnya, bocah itu memiliki luka di sekujur tubuh dengan bau yang sangat tajam. Luka itu tak pernah mau kering. Jika mulai kering, selalu saja muncul luka-luka baru, disebabkan memar.

Akhirnya, tak ada seorang pun yang mau bersahabat dengannya. Jangankan berdekatan, bertegur sapa pun mereka enggan. Setiap berpapasan mereka pasti melengos. Tak ingin bersinggungan, karena takut tertular.

Bocah ini pun mulai berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan seseorang yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Hingga kemudian dalam mimpinya, ia bertemu seorang wanita tua yang baik hati. Kelak dialah yang sanggup melepaskan mantera jahat tersebut sehingga ia bisa pulih seperti semula.

Akhirnya, tak dinyana tak di duga, dia pun tiba di sebuah kampung yang kebanyakan orang-orangnya sangat sombong. Tak banyak orang miskin di tempat itu. Kalaupun ada, pasti akan di usir atau dibuat tidak nyaman dengan berbagai cara.

Kemunafikan orang-orang kampung ini mengusik nurani bocah kecil tadi, yang belakangan diketahui bernama Baru Klinting. Dalam sebuah pesta yang meriah, bocah tersebut berhasil menyellinap masuk. Namun apa ayal, ia pun harus rela di usir paksa karena ketahuan.

Saat tengah di seret, ia berpesan agar sudi kiranya mereka memperhatikan orang-orang tak mampu, karena mereka juga manusia. Sama seperti mereka. Di perlakukan begitu ia tak begitu ambil pusing. Namun amarah mulai memuncak, saat puluhan orang mulai mencibir sembari meludahi dirinya. “dasar anak setan, anak buruk rupa”, begitu maki mereka.

Tak terima dengan perlakuan itu, ia pun langsung menancapkan sebatang lidi yang kebetulan ada di sana. Lalu dengan wajah berang ia pun bersumpah, bahwa tak ada seorang pun yang sanggup mengangkat lidi ini, kecuali dirinya.

Tak percaya dengan omongan sang bocah, masing-masing orang mulai mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, lagi-lagi, lidi itu tak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya orang-orang mulai takut dengan omongan si bocah. “Jangan-jangan akan ada apa-apa?” pikir mereka.

Benar saja, dalam beberapa hari, tak ada seorang pun yang sanggup melepas lidi tersebut. Hingga akhirnya, secara diam-diam ia kembali lagi ke tempat itu dan mencabutnya. Seorang warga yang kebetuan lewat melihat aksinya, langsung terperangah. Ia pun menceritakan kisah itu kepada orang-orang yang lain. Tak lama kemudian, tetesan air pun keluar dari lubang tadi. Makin lama makin banyak, hingga akhirnya menenggelamkan kampung tersebut dan membuatnya menjadi telaga.

Konon tak banyak orang yang selamat, selain warga yang melihat kejadian dan seorang janda tua yang berbaik hati memberinya tumpangan. Janda ini pula yang merawatnya, hingga secara ajaib, penyakit tersebut berangsur-angsur hilang.

Namun penyihir jahat, tetap tak terima, hingga di suatu ketika, Baru Klinting kembali di kutuk. Namun aneh, kali ini kutukan bukan berupa penyakit, tapi malah merubah tubuhnya menjadi ular yang sangat besar dengan kalung yang berdentang pada lehernya.

Versi lain menyebutkan, ular ini sering keluar dari sarangnya tepat pukul 00.00 WIB. Setiap ia bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi; klentang klenting. Akhirnya, bunyi ini pula yang membuatnya di kenal sebagai Baru Klinting.

Konon, nelayan yang sedang kesusahan karena tidak mendapat ikan, pasti akan beruntung jika Baru Klinting lewat tak jauh dari tempatnya. Itu yang membuat legenda kehadirannya telah menjadi semacam berkat yang paling di tunggu-tunggu.

Amanat : Manusia di cptakan bukan untuk saling menyakiti.